Kamis, 24 November 2016

TUGAS MATA KULIAH
ANTROPOLOGI SOSIAL
MASJID KUNO KUNCEN




Dosen Pengampu         : Nur Dewi Setyowati, S.Sos, M.Si
Disusun oleh :


AJI SULISTYO                                          1632010005
ARINDA PRAMESTI R. C                        1632010017
BETSYBA MARISTIA E. S                      1632010013



FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
PRODI ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS  MERDEKA
MADIUN
2016









BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Cagar budaya adalah daerah kelestarian hidup masyarakat dan peri kehidupannya dilindungi oleh undang-undang dari bahaya kepunahan. Cagar budaya perlu dilestarikan karena cagar budaya memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, agama, dan kebudayaan melalui proses penetapan. Cagar budaya bersifat kebendaan berupa benda, bangunan, struktur, dan situs budaya.
     Masjid Kuno Kuncen adalah salah satu cagar budaya yang berada di Kota Madiun tepatnya terletak di Kelurahan Kuncen. Masjid Kuno Kuncen merupakan saksi bisu berdirinya Kota Madiun. Masjid ini didirikan oleh Pangeran Timur yang merupakan putra Sultan Trenggono atau adik ipar dari Sultan Hadiwijaya.

B.       Rumusan Masalah

1.      Bagaimana Sejarah berdirinya Masjid Kuno Kuncen?
2.      Apa saja situs sejarah yang terdapat di Masjid Kuno Kuncen?

C.       Tujuan Penulisan

1.    Untuk mengetahui  lebih lanjut mengenai Cagar Budaya Masjid Kuno Kuncen.
2.    Untuk memenuhi tugas mata kuliah Antropologi Sosial.


D.  Manfaat Penulisan
Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi lebih lanjut mengenai situs budaya dan situs sejarah Masjid Kuno Kuncen.





















BAB II
PEMBAHASAN


A.          SEJARAH  BERDIRINYA MASJID KUNO KUNCEN


Masjid Kuno Kuncen atau Masjid Nur Hidayatulloh adalah masjid kedua tertua di wilayah Madiun setelah Masjid Kuno Taman. Masjid ini merupakan salah satu bukti asal usul berdirinya Madiun. Masjid ini didirikan oleh Pangeran Timur yang merupakan putra Sultan Trenggono atau adik ipar dari Sultan Hadiwijaya. Beberapa orang disekitar masjid dan juru kunci beranggapan sejarah berdirinya Masjid Kuno Kuncen diawali dari adanya perang saudara yang terjadi di Kerajaan Demak yang dimenangkan oleh Mas Karebet atau Joko Tingkir.

Joko Tingkir yang berkuasa bermaksud untuk memindahkan pusat pemerintahan dari Demak untuk bersatudengan Kerajaan Pajang, karena tidak setuju dengan keputusan Joko Tingkir akhirnya Pangeran Timur memutuskan untuk pergi ke wilayah Timur dan menyebarkan ajaran agama Islam. Hingga suatu saat, Pangeran Timur yang melakukan perjalanan ke wilayah Timur bertemu dengan seorang kyai, lalu beberapa waktu kemudian Pangeran Timur dan seorang kyai tersebut sepakat untuk membuat sebuah pemerintahan yang berpusat di wilayah Sogaten yang menjadikan Pangeran Timur sebagai Bupati Madiun pertamapada tanggal 18 Juli 1568 dengan nama lain Panembahan Rama atau Ki Ageng Panembahan Ronggo Jumeno. Karena dengan berbagai pertimbangan akhirnya pada tahun 1575 Pangeran Timur selaku Bupati memindahkan pusat pemerintahan dari daerah Sogaten ke daerah Wonorejo (sekarang Kuncen).

 Disamping menjadi Bupati, Pangeran Timur juga membawa misi untuk menyebarkan agama Islam di daerah Madiun. Tujuannya, tugas pemerintahan dan penyebaran agama Islam dapat selalu beriringan maka Pangeran Timur dan seorang kyai setuju untuk membuat sebuah masjid di daerah Kuncen sebagai pusat penyebaran agama Islam dan pusat pemerintahan. Jadi memang patut diduga bahwa  Masjid Kuno Kuncen tersebut berdiri setelah tahun 1575 atau akhir abad XVI. Karena masjid ini masih belum mempunyai nama karena memang tidak adanya sumber tertulis tentang pendirian masjid ini, maka orang – orang lebih sering menyebut Masjid Kuno Kuncen. Karena letak dari masjid ini yang berada di Kelurahan Kuncen. Hingga pada tahun 1970 warga sekitar sepakat untuk merubah nama menjadi Masjid Nur Hidayatulloh.

Meski telah berubah nama  sampai sekarang orang – orang lebih sering menyebutnya Masjid Kuno Kuncen, selain merubah nama masjid warga sekitar juga memindahkan tata letak Masjid Kuno Kuncen karena dianggap kurang strategis yang semula berada disamping Selatan (sekarang makam umum kuncen). Makam Pangeran Timur dipindah ke sebelah Timur makam agar dapat mudah dijangkau oleh semua warga atau musafir. Selain makam Pangeran Timur sebagai Bupati pertama yang berada disamping masjid juga terdapat makam Bupati Madiun lainnya seperti makam Raden Mas Bagus Petak (Bupati Madiun ke-6), makam Adipati Kenitren Martoloyo (Bupati Madiun ke-7), makam Pangeran Adipati Balitar (Bupati Madiun ke-8), makam Pangeran Tumenggung Balitar Tumapel (Bupati Madiun ke-9).



B.          SITUS SEJARAH MASJID KUNO KUNCEN


Masjid Kuno Kuncen merupakan situs Budaya yang terletak di Kelurahan Kuncen Kota Madiun. Ada beberapa situs sejarah dari Masjid Kuno Kuncen seperti :

1.      Puncet


Berfungsi sebagai tanda datangnya waktu sholat dengan cara melihat bayangan yang ditimbulkan dari cahaya sinar matahari.



2.      Gentong

         


Berfungsi sebagai wadah air minum para jamaah Masjid pada waktu itu.


Selain situs sejarah Masjid Kuno Kuncen juga terdapat lima makam para  Bupati terdahulu Madiun. Berikut ini adalah kelima makam tersebut :

1.             Ki Ageng Panembahan Ronggo Jumeno (Pangeran Timur)

  



Ki Ageng Panembahan Ronggo Jumeno (Pangeran Timur) adalah Bupati Madiun Pertama (1568-1586). Beliau dimakamkan di pemakaman  Kuncen  Kota  Madiun. Pangeran Timur adalah putra dari Raja Demak, Sultan Trenggono. Ayah dari Pangeran Timur adalah Raja ketiga kesultanan Demak yang memerintah pada tahun 1521-1546.


2.                          R. Mas Bagus Petak (Mangkunegoro I)




R. Mas Bagus Petak adalah Bupati Madiun ke-enam (1601-1613). Beliau putra dari Pangeran Singasari atau Raden Santri yang berasal dari Kerajaan Mataram.


3.                          Adipati Martoloyo (Mangkunegoro II)



   












Adipati Martoloyo adalah Bupati Madiun ke-tujuh (1613-1645). Beliau putra dari Kanjeng Panembahan Senopati atau Sutowijoyo (Raden Bagus Sutawijaya).



4.                          Adipati Balitar / Kiai Irodikromo (Mangkunegoro III)


 

Adipati Balitar / Kiai Irodikromo adalah Bupati Madiun ke-delapan (1645-1677). Beliau putra dari Ki Ageng Panembahan Djuminah atau Pangeran Adipati Djuminah Petak.


5.                          P. Tumenggung Balitar Tumapel (Mangkunegoro IV)





P. Tumenggung Balitar Tumapel adalah Bupati Madiun ke-sembilan  (1677-1703). Beliau putra dari Adipati Balitar / Kiai Irodikromo tidak lain adalah Bupati ke-delapan Madiun.






BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN

Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat ataupun di air yang mengandung benda cagar budaya, bangunan cagar budaya , struktur budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu.
          Masjid Kuno Kuncen atau Masjid Nur Hidayatulloh adalah masjid kedua tertua di wilayah Madiun. Masjid ini merupakan salah satu bukti asal usul berdirinya Madiun. Masjid ini didirikan oleh Pangeran Timur yang merupakan putra Sultan Trenggono.
          Terdapat beberapa situs sejarah yaitu , Puncet dan Gentong. Selain itu terdapat makam Bupati Madiun terdahulu yakni, Ki Ageng Panembahan Ronggo Jumeno (Pangeran Timur) menjabat pada tahun 1568-1586, R. Mas Bagus Petak (Mangkunegoro I) menjabat pada tahun 1606-1613, Adipati Martoloyo (Mangkunegoro II) menjabat pada tahun 1613-1645, Adipati Balitar/ Kiai Irodikromo (Mangkunegoro III) menjabat pada tahun 1645-1677, dan yang terakhir P. Tumenggung Balitar Tumapel (Mangkunegoro IV) menjabat pada tahun 1677-1703.

B.       SARAN
Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasan dalam  makalah ini, tentunya banyak kelemahan dan kekurangan karenaterbatasnya pengetahuan, kurangnya rujukan dan referensi yang kami peroleh hubungannya denganmakalah ini. Penulis berharap, pembaca berkenan memberikan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya makalahini. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.













DAFTAR PUSTAKA

Wawancara dengan Juru Kunci Masjid Kuno Kuncen dan komplek Makam para Bupati Madiun terdahulu (Bpk. Siamunir)

Kemdikbud, Cagar Budaya.
(diakses pada 21 November 2013, pukul 21.20)

Dias, Fitri. Masjid Kuno Kuncen.
(diakses pada 22 Oktober 2014)

Arif Wahyu Efendi. Jejak Pangeran Timur di Masjid Kuno Kuncen.
 (diakses pada Jumat, 17 Juni 2016 pukul 05.00 WIB)


Senin, 07 November 2016

Antropologi Sosial

TUGAS MATA  KULIAH
ANTROPOLOGI SOSIAL
STUDI ORANG EROPA TENTANG ORANG PRIMITIF
Dosen Pengampu         : Nur Dewi Setyowati, S.Sos, M.Si.

 Disusun oleh :
 ARINDA PRAMESTI R. C                             1632010017
 WAHYUDI HARI S.                                        1632010012

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
PRODI ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS  MERDEKA
MADIUN
2016

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Antropologi suatu cabang ilmu sosial yang diketahui orang banyak sebagai ilmu yang mempelajari tentang kebudayaan. Padahal antropologi itu tidak hanya memepelajari atau membahas mengenai kebudayaan saja. Dalam antropologi pun banyak membahas mengenai fisik, kemasyarakatan, dan tentu saja kebudayaan.Antropologi juga merupakan salah satu cabang ilmu sosial yang mengambil fokus pada studi tentang manusia dan perilaku kebudayaannya. Sebagai disiplin baru yang muncul pada paruh kedua abad ke 20, antropologi menggelar studinya untuk menguak manusia berikut periaku social budayanya sejak awal mula muncul di muka bumi hingga pernik budaya manusia di masa kini. Karenanya, studi-studi antropologi sangat lekat dengan kerja-kerja riset terhadap situs-situs budaya dan penelitian berbasis riset lapang.
Antropologi memiliki arti penting bagi para intelektual dan aktivis dalam memahami realitas sosial kekinian dalam lanskap kebudayaan manusia. Mempelajari antropologi sama halnya dengan mempelajari posisi diri dalam persilangan kebudayaan dan sistem nilai yang ada disekitarnya. Dalam pemahaman inilah sebenarnya mempelajari antropologi sama halnya menisbatkan diri menjadi seorang peneliti atas dirinya sendiri dimana dia berpijak. Dengan demikian, menjadi seorang etnografer atau seorang antropog sebenarnya tidak harus melalui satu fase pendidikan formal yang ketat dan panjang. Ketika kita mengambil posisi sadar bahwa hidup adalah menjadi seorang yang selalu sadar dan ”membaca” realitas yang ada dan kritis dalam penelusuran atas realitas sekitar secara jeli dan kritis, maka siapapun bisa memulai hidup sebagai seorang peneliti atau antropolog.

B.       Rumusan Masalah
1.         Bagaimana pendekatan orang eropa terhadap orang primitif?
2.         Bagaimana pola hubungan struktural antropologi?



C.      Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai studi orang eropa tentang orang primitif.
2.    Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Antropologi Sosial.

D.      Manfaat Penulisan
Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi lebih lanjut mengenai Antropologi Sosial.
























BAB II
PEMBAHASAN


A.  PENGERTIAN ANTROPOLOGI
            Antropologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.
Antropologi berasal dari kata anthropos yang berarti manusia, dan logos yang berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial. Para ahli mendefinisikan antropologi sebagai berikut:
1.      William A. Haviland Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
2.      David Hunter Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas tentang umat manusia.
3.      Koentjaraningrat Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.

B.  FASE PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI

1.    Fase Pertama
Sekitar abad ke-1516, bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika, Amerika, Asia, hingga ke Australia. Dalam penjelajahannya mereka banyak menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak menjumpai suku-suku yang asing bagi mereka. Kisah-kisah petualangan dan penemuan mereka kemudian mereka catat di buku harian ataupun jurnal perjalanan. Mereka mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan suku-suku asing tersebut. Mulai dari ciri-ciri fisik, kebudayaan, susunan masyarakat, atau bahasa dari suku tersebut. Bahan-bahan yang berisi tentang deskripsi suku asing tersebut kemudian dikenal dengan bahan etnogragfi atau deskripsi tentang bangsa-bangsa.
Bahan etnografi itu menarik perhatian pelajar-pelajar di Eropa. Kemudian, pada permulaan abad ke-19 perhatian bangsa Eropa terhadap bahan-bahan etnografi suku luar Eropa dari sudut pandang ilmiah, menjadi sangat besar. Karena itu, timbul usaha-usaha untuk mengintegrasikan seluruh himpunan bahan etnografi.

2.     Fase Kedua
Pada fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi karangan-karangan berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat pada saat itu. masyarakat dan kebudayaan berevolusi secara perlahan-lahan dan dalam jangka waktu yang lama. Mereka menganggap bangsa-bangsa selain Eropa sebagai bangsa-bangsaprimitif yang tertinggal, dan menganggap Eropa sebagai bangsa yang tinggi kebudayaannya
Pada fase ini, Antopologi bertujuan akademis, mereka mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk memperoleh pemahaman tentang tingkat-tingkat sejarah penyebaran kebudayaan manusia

3.    Fase Ketiga
Pada fase ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba membangun koloni di benua lain seperti Asia, Amerika, Australia dan Afrika. Dalam rangka membangun koloni-koloni tersebut, muncul berbagai kendala seperti serangan dari bangsa asli, pemberontakan-pemberontakan, cuaca yang kurang cocok bagi bangsa Eropa serta hambatan-hambatan lain. Dalam menghadapinya, pemerintahan kolonial negara Eropa berusaha mencari-cari kelemahan suku asli untuk kemudian menaklukannya. Untuk itulah mereka mulai mempelajari bahan-bahan etnografi tentang suku-suku bangsa di luar Eropa, mempelajari kebudayaan dan kebiasaannya, untuk kepentingan pemerintah kolonial.
4.    Fase Keempat
Pada fase ini, Antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan suku bangsa asli yang di jajah bangsa Eropa, mulai hilang akibat terpengaruh kebudayaan bangsa Eropa. Pada masa ini pula terjadi sebuah perang besar di Eropa, Perang Dunia II. Perang ini membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia dan membawa sebagian besar negara-negara di dunia kepada kehancuran total. Kehancuran itu menghasilkan kemiskinan, kesenjangan sosial, dan kesengsaraan yang tak berujung. Namun pada saat itu juga, muncul semangat nasionalisme bangsa-bangsa yang dijajah Eropa untuk keluar dari belenggu penjajahan. Namun banyak masyarakatnya yang masih memendam dendam terhadap bangsa Eropa yang telah menjajah mereka selama bertahun-tahun. Proses-proses perubahan tersebut menyebabkan perhatian ilmu antropologi tidak lagi ditujukan kepada penduduk pedesaan di luar Eropa, tetapi juga kepada suku bangsa di daerah pedalaman Eropa seperti suku bangsa Soami, Flam dan Lapp.

C. PENDEKATAN ORANG EROPA TERHADAP ORANG PRIMITIF

Beberapa Orang eropa menganggap bahwa bangsa-bangsa asing itu bukan manusia sebenarnya melainkan keturunan iblis. Kemudian munculah istilah primitives untuk menyebut bangsa asing tersebut. Beberapa orang eropa memandang bahwa bangsa-bangsa asing tadi adalah contoh dari masyarakat yang masih murni (belum kemasukan kejahatan dan keburukan). Beberapa orang eropa justru tertarik akan kebudayaan bangsa-bangsa asing.
Pendekatan yang digunakan dalam antropologi menggunanakan pendekatan kuantitatif (positivstik) dan kualitatif (naturalistik). Artinya , dalam penelitian antropologi dapat dilakukan melalui pengkajian secara statistik-matematis, baik dilakukan untuk mengukur pengaruh maupun korelasi antarvariabel penelitian, maupun dilakukan secara kualitatif-naturalistik.
            Selain pendekatan positivistik dan naturalistik, menurut Kapplan dan Manners (1999:6) dalam antropologi pun dikenal pendekatan relativisitik dan komparatif . pendekatan relativisitik memandang bahwa setiap kebudayaan merupakan konfigurasi unik yang memiliki cita rasa khas,gaya,serta kemampuan tersendiri. Keunikan itu sering dinyatakan dengan dukungan maupum tanpa dukungan bukti serta tidak banyak upaya membalas atau menjelaskannya.
            Sedangkan kaum komparativ berpendapat bahwa suatu institusi, proses, kompleks, atau ihwal sesuatu hal , haruslah terlebih dahulu dicopot dari matriks budaya yang lebih besar dengan cara tertentu sehingga dapat dibandingkan dengan institusi,proses,kompleks atau ihwal-ihwal dalam konteks lain. Adanya relativitas yang ekstrem, berangkat dari anggapan-anggapan bahwa tidak ada dua budaya pun yang sama, pola,tatanan, dan makna akan dipaksakan jika elemen-elemen diabstraksikan demi perbandingan, oleh karena itu, perbandingan bagian-bagian yang telah diabstraksikan dari suatu keutuhan , tidaklah dapat dipertahankan secara analitis.
            Namun, karena pemahaman tentang ketidaksamaan itu bersumber dari perbandingan, maka tidak dapat kita katakan bahwa pendekatan relativisik itu tidak memiliki titik temu dengan pendekatan komparatif. Titik temu kedua pendekatan tersebut terletak pada pasal tidak diizinkanya pemaksaan. Terutama soal-soal yang berkaitan dengan ideologi,minat, dan tekanan yang menimbulkan keragaman pendekatan metodologis tersebut. Sebab komparatif dan relativus sama-sama mengetahui bahwa tidak ada dua budayapun yang sama persis. Sungguhpun demikian, mereka berbeda satu sama lain. Perbedaan itu paling tidak dua hal penting, yaitu walaupun para komparativis mengakui bahwa semua bagian suatu budaya nisyaya ada unsur perbedaannya, tetapi mereka percaya dan menekankan pada unsur persamaannya yang saling berkaitan secara fungsional, sebaliknya kaum relativis sangat menekankan masalah-masalah perbedaan dibanding komparativis.


D. POLA HUBUNGAN STRUKTURAL
            Orang Primitif pada dasarnya dipimpin oleh satu kepala suku yang memimpin seluruh desa, dan masyarakat desa wajib tunduk dan ikut perintah Sang Kepala Suku. Contohnya adalah Masyarakat Asmat di Indonesia. Di setiap kampung yang didirikan di wilayah masyarakat Asmat, terdapat satu rumah panjang yang merupakan semacam balai desa dimana para warga kampung berkumpul membicarakan masalah-masalah yang menyangkut kepentingan seluruh warga. Rumah bujang terdiri 2 bagian utama yang tiap bagian dinamakan aipmu, yang dimana masing-masingnya dipimpin oleh kepala aipmu. Sedangkan kepemimpinan Je secara keseluruhan dipimpin oleh kepala Je. Kepala Je adalah orang yang diakui kekuasaannya berdasarkan kemampuan-kemampuan yang menonjol. Kedudukan kepala Je, tidak harus diberikan kepada orang yang paling tua, sehingga mungkin ada kekosongan pimpinan sebelum kepala baru terpilih.
Seringkali kepala Aipmu adalah kepala perang juga. Dia adalah orang yang mampu mengatur dan merencanakan strategi-strategi penyerangan secara besar-besaran dan meliputi satu kampung. Untuk dapat menggerakkan rakyatnya maka kekerasan merupakan sifat utama dan sifat itulah yang membantu dalam mempertahankan kekuasaannya. Kepala Aipmu dipilih berdasarkan kepribadian dan keberhasilannya. Umur juga merupakan faktor penting. Pada umumnya, orang-orang muda belum mempunyai bobot bila mereka belum berkeluarga dan membuktikan keberaniannya dalam berperang. Dalam hal-hal tertentu , peranan pimpinan adat dapat dijalankan orang-orang yang ahli dalam berbagai lapangan. Misalnya, ahli bidang keagamaan memimpin upacara keagamaan, ahli menyanyi dan menabuh tifa berperan dalam upacara adat, bahkan ahli kebatinan adakalanya memimpin suatu upacara. Ada ahli lain yang sering dianggap lebih terhormat dibandingkan para pemimpin lainnya oleh masyarakat Asmat, yaitu seniman pahat patung.


E. TUJUAN DAN KEGUNAAN ANTROPOLOGI

            Kerja lapangan dalam antropologi, selama ini merupakan karya penyelamatan, di samping sebagai upaya yang bersumber pada keprihatinan politis juga merupakan tindakan yang didorong oleh minat pada suatu persoalan tertentu. Setiap antropolog yang memulai penelitian lapangan perdananya, pada umumnya mencari suatu bangsa atau kelompok yang belum pernah diteliti. Tujuannya adalah untuk memperluas arena perbandingan disamping untuk merekam berbagai budaya sebelum budaya-budaya itu lenyap. Mungkin jika antropologi mengikuti kebijaksanaan pengkajian ulang secara lebih sistematis, khususnya dengan penelitian yang berbeda-beda untuk objek yang sama, akumulasinya dapat individual yang kemudian akan cenderung saling meredam subjektivitas sehingga membuahkan pemahaman yang lebih mendekati objektivitas sebagai sesuatu kajian yang diangankan.
Antropologi merupakan studi tentang  umat manusia dan tidak hanya sebagai disiplin ilmu yang bersifat akademis tetapi juga merupakan suatu cara hidup yang berusaha menyampaikan kepada para siswa apa yang telah diketahui orang. Oleh karena itu, kerja lapangan dalam antropologi sungguh-sungguh merupakan suatu inisiasi karena menimbulkan suatu transformasi. Begitu pun dengan pengalaman karena memberi  kemungkinan-kemungkinan untuk pengungkapan diri (self expression) dan cara hidup baru yang menuntut suatu penyesuaian baru kepada segala sesuatu.
            Antropologi melalui pendekatan dan metode ilmiah berusaha menyusun sejumlah generalisasi yang bermakna tentang manusia dan perilakunya dan untuk mendapat pengertian yang tidak apriori serta prejudicetentang keanekaragaman manusia. Kedua bidang besar dari antropologi adalah antropologi fisik dan budaya. Antropologi fisik memusatkan perhatiannya pada manusia sebagai organisme biologis yang tekanannya pada upaya melacak evolusi perkembangan manusia dan mempelajari variasi-variasi biologis dalam species manusia. Sedangkan antropologi budaya  berusaha mempelajari manusia berdasarkan kebudayaannya. Di mana kebudayaan dapat merupakan peraturan-peraturan  atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
            Di antara ilmu-ilmu sosial dan alamiah, antropologi memiliki kedudukan, tujuan , dan manfaat yang unik karena bertujuan dan bermanfaat  dalam merumuskan penjelasan-penjelasan tentang perilaku manusia yang didasarkan pada studi atas semua aspek biologis manusia dan perilakunya di semua masyarakat.
            Selain itu, antropologi bermaksud mempelajari umat manusia secara objektif paling tidak mendekati objektif dan sistematis. Seorang antropologi dituntut harus mampu menggunakan metode-metode yang mungkin juga diguanakan oleh para ilmuwan lain dengan mengembangkan hipotesis atau penjelasan yang dianggap benar menggunakan data lain untuk mengujinya, dan akhirnya menemukan suatu teori, yaitu suatu sistem hipotesis yang telah teruji. Sedangkan data yang digunakan ahli antropologi dapat berupa data dari suatu masyarakat atau studi komparatif di antara sejumlah besar masyarakat.






BAB III
PENUTUP

A.       KESIMPULAN

          Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia. Beberapa Orang eropa menganggap bahwa bangsa-bangsa asing itu bukan manusia sebenarnya melainkan keturunan iblis. Kemudian munculah istilah primitives untuk menyebut bangsa asing tersebut. Beberapa orang eropa memandang bahwa bangsa-bangsa asing tadi adalah contoh dari masyarakat yang masih murni. Orang Primitif pada dasarnya dipimpin oleh satu kepala suku yang memimpin seluruh desa, dan masyarakat desa wajib tunduk dan ikut perintah Sang Kepala Suku. Tujuannya adalah untuk memperluas arena perbandingan disamping untuk merekam berbagai budaya sebelum budaya-budaya itu lenyap.

B.       SARAN
          Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasan dalam  makalah ini, tentunya banyak kelemahan dan kekurangan karena terbatasnya pengetahuan, kurangnya rujukan dan referensi yang kami peroleh hubungannya dengan makalah ini. Penulis berharap, pembaca berkenan memberikan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya dan pembaca.






DAFTAR PUSTAKA

Rifal Nurkholiq, “MAKALAH PENGANTAR ANTROPOLOGI http://www.rifalnurkholiq.com/2015/09/makalah-pengantar-ilmu-antropologi.html.
(Diakses pada 19 september 2015, pukul 8.05 WIB)

Galeh Prabowo, “AZAS-AZAS DAN RUANG LINGKUP
ILMU ANTROPOLOGI  http://galehprabowo.blogspot.co.id/ (Kamis, 1 Oktober 2009, pukul 05.36)
Wulan Anggraeni, Makalah suku asmat, http://wulananggriani26.blogspot.co.id/2013/05/makalah-suku-asmat.html (Diakses pada Rabu, 1 Mei 2013 pukul 04.24)